Undang - Undang Minang Kabau
*1. Undang – Undang
Tujuan adat Minangkabau bermuara kepada cita-cita untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, sebagaimana dikatakan : bumi sanang padi manjadi, padi masak jaguang maupiah, taranak bakambang biak, antimun mangarang bungo, nagari aman santoso (bumi senang padi menjadi, padi masak jagung meupih ternak berkembang biak, antimun mengarang bunga, nagari aman sentosa).Cita-cita tersebut tidak akan tercapai bila tidak ada norma-norma adat dan undang-undang adaaat yang mengaturnya. Kelihatannya orang tua-tua Minangkabau masa dahulu yang dipimpin oleh Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sabatang telah menyusun undang-undang adat yang akan dijadikan pedoman serta pengalamannya untuk mewujudkan cita-cita masyarakat yang diinginkan di atas.
Undang-undang yang disusun tersebut memegang peranan penting untuk memperkokoh kesatuan dan persatuan, keamanan dan ketentraman masyarakat Minangkabau masih kuat dengan adatnya. Barangkali itulah sebabnya sampai saat ini orang Minangkabau masih kuat dengan adatnya lantaran warisan yang diterma dilandasi oleh undang-undang dan peraturan adat yang harus dipedomani, dihayati serta diamalkan. Undang-undang merupakan tali pengikat bagi setiap lembaga yang ada seperti raantau, luhak, nagari, maupun seluruh warga masyarakatnya.
Dengan kata lain undang-undang gunanya untuk mengatur hubungan nagari dengan nagari, luhak dengan luhak, alam dengan rantau, untuk mengatur keamanan, kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat dalam nagari.
Sebagai sendi dari undang-undang adat yaitu : cupak nan duo, kato nan ampek (cupak yang dua, kata yang empat). Cupak yang dua adalah cupak usali (cupak asli) dan cupak buatan. Sedangkan kato nan ampek adalah kato pusako, kato mupakat, kato dahulu dan kato kudian. Kesemua materi di atas akan menjadi pembahasan dalam bahagian bab ini.
*2. Undang - Undang Nan Ampek
Undang-undang yang telah disusun oleh orang tua-tua Minangkabau dahulu telah dikategorikannya atas empat bahagian atau dalam adat dikatakan. Undang-undang nan ampek (undang-undang yang empat). Undang-undang nan ampek ini adalah undang-undang luhak, undang-undang nagari, undang dalam nagari dan undang-undang duo puluah (dua puluh).
a. Undang-Undang Luhak Dan Rantau.
Undang-undang luhak dan rantau mengatur hal-hal yang berkaitan dengan luhak dan rantau, seperti tugas penghulu dan rajo di daerah rantau, undang-undang luhak dan rantau ini dikatakan dalam pantun adatnya yang mengatakan:
Mancampak sambia kahulu,
Kanailah pantau dikualo,
Dilatak dalam cupak,
Dijarang jo sipadeh ;
Luah dibari barajo,
Tagak indak tasondak,
Malenggang indak tapampeh
(mencapak sambil kehulu, dapatlah pantau dikuala, diletakkan dalam cupak, dijerangkan dengan sipedas, luhak diberi penghulu, rantau diberi raja, tegak tidak tersundak, melenggang tidak terpempas).
Pengertiannya di daerah luhak yang mengaturnya adalah penghulu, sedangkan di daerah rantau yang akan ganti penghulu disebut rajo. Kedua kepemimpinan ini yaitu penghulu dan rajo mempunyai wewenang penuh di daerah masing-masing, sebagaimana dikatakan “tagak indak tasondak, malenggang indak tapampeh”.
b. Undang-Undang Nagari
Undang-undang nagari mengatur segala sesuatu mengenai nagari sebagai satu kesatuan masyarakatt hukum adat. Menurut undang-undang mengenai nagari dikemukakan oleh taliban adat sebagai berikut :
Anak gadih mangarek kuku, dikarek jo pisau sirauik, pangarek batuang tuo, batuang tuo elok kalantai, nagari baampek suku, dalam suku babuah paruik, kampuang banantuo, rumah batungganai (anak gadis mengerat kuku, dikerat dengan pisau siraut, peraut betung tua, betung tua untuk baik untuk lantai, negeri berkeempat suku, dalam suku mempunyai perut, kampung bertua, rumah bertungganai). Pada mulanya dengan pengertian sebuah nagari mempunyai sekurang-kurangnya terdiri dari empat suku, tiap suku terdiri pula dari perut-perut atau kaum. Dalam sebuah kampung ada yang dituakan setiap rumah gadang ada mempunyai tungganai (mamak yang dituakan).
M. Rasyid Manggis Dt. Rajo Penghoeloe dalam bukunya Sejarah Ringkas Minangkabau dengan adatnya, mengatakan, bahwa nagari baru bisa dikatakan sebuah nagari yang syah bila mempunyai tujuh rukun sebagai berikut:
1. Balabuah batapian
2. Babalai bamusajik
3. Badusun batarak
4. Basawah baladang
5. Babanda buatan
6. Bakabau bajawi, ba tabek ba taman-taman
7. Bagalanggang bapamedanan
Bila diperhatikan undang-undang nagari ini lebih menitik beratkan kepada kelembagaan nagari sebagai tertorial yang berupa kampung, taratak, dusun, koto dan tiap-tiapnya ada pimpinan yang mengaturnya untuk memperlancar mekanisme roda pemerintahan secara adat.
c. Undang-Undang Dalam Nagari
Undang-undang dalam nagari mengatur hubungan antara nagari dengan isinya, antara seseorang dengan seseorang, antara seseorang dengan masyarakat dan sebagainya. Undang-undang dalam nagari juga menggariskan hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat. Undang-undang dalam nagari ini menjamin keamanan dalam nagari karena orang disuruh untuk berbuat sesuatu, dan jika tidak ditaati juga diancam dengan hukuman. Hukum yang paling berat adalah kehinaan yang ditimpakan terhadap diri seseorang, seperti tidak dibawa sehilir semudik, dikeluarkan dari hubungan kekeluargaan dan lain-lain.
Hak dan kewajiban yang dikemukakan dalam undang-undang dalam nagari ini dikemukakan sebagai berikut:
Salah tariak mangumbalikan, salah cotok malantiang, salah lulua mamuntahkan, salah cancang mambari pampeh, salah bunuah mamabari diat, manyalang maantakan, utang dibaia, piutang ditarimo, baabu bajantiak, kumuah basasah, sasek suruik talangkah kumbali, gawa maubah, cabua dibuang, buruak dipabaiki, lapuak dikajangi usang dipabarui, tangih baantokan, jatuah basambuik, salah kapado tuhan mintak tobat, salah kapado manusia minta maaf, suarang baagiah, sekutu babalah.d. Undang-Undang Nan Duo Puluah
Undang-undang nan duo puluah (undang-undang yang dua puluh). Yaitu undang-undang yang berhubungan dengan hukm dan penyelesaian hukum. Menegakkan keadilan dan kebenaran serta menjaga ketertiban merupakan syarat yang harus dipertahankan di tengah-tengah masyarakat. Menegakkan ketertiban dan keamanan serta menghukum orang yang berbuat salah adalah merupakan jaminan amannya masyarakat dan lancarnya segala pekerjaan dalam nagari.
Melihat jenis kejahatan maka undang-undang duo puluah dibagi atas dua bahagian. Pertama undang-undang nan salapan dan yang kedua undang-undang na duo baleh.
Yang termasuk undang-undang nan salapan adalah sebagai berikut:
1. Dago dagi mambari malu
2. Sumbang salah laku parangai
3. Samun saka tagak di bateh
4. Umbuak umbai budi marangkak
5. Maliang curi taluang diindian
6. Tikam bunuah padang badarah
7. Sia baka sabatang suluah
8. Upeh racun batabuang sayak
Undang-undang nan salapan ini menyatakan kejahatan atau kesalahan besar dan disebut juga “cemo dan bakaadaan” (tuduh yang mempunyai fakta)
1. Dago Dagi Mambari Malu
Dago dagi mambari malu (dago dagi memberi malu), dago merupakan kesalahan yang diperbuat oleh kemenakan kepada mamaknya, sedangkan dagi yakni mamak berbuat salah kepada kemenakannya. Melawan kepada mamak adalah hal yang sangat tercela karena mamak sebagai pimpinan adalah atas pilihan kemenakan-kemenakannya dan didahulukan selangkah, ditinggikan seranting. Oleh karena itu seorang mamak haruslah dihormatinya.
2. Sumbang Salah Laku Parangai
Sumbang salah laku parangai (sumbang salah laku perangai). Sumbang perbuatan atau pergaulan yang salah dipandang mata dan belum dapat dijatuhkan hukuman secara adat. Sebagai contoh sering bertemu kerumah seorang janda yang tidak pada waktunya. Salah adalah perbuatan yang melanggar susila dan dapat dijatuhi hukuman secara adat. Sebagai contohnya “manggungguang mambaok tabang” (menggunggung membawa terbang), maksudnya melarikan isteri orang.
3. Samun Saka Tagak Di Bateh
Samun saka tagak di bateh (samun sakal tegak di batas), samun maksudnya mengambil barang orang lain dengan paksa di tempat yang lengang dan dilakukan di daerah perbatasan. Di daerah perbatasan seperti antara batas luhak dengan rantau. Hal ini sudah diperhitungkan oleh penyamun karena sulit untuk mengusutnya nanti secara hukum.
Saka juga menghadang di tempat yang lengang untuk merampas barang orang lain tidak segan-segan melakukan pembunuhan.
4. Umbuak Umbai Budi Marangkak.
Umbuak (umbuk), maksudnya menipu orang lain dengan mulut manis sehingga orang terpedaya. Umbai, maksudnya menipu dengan jalan ancaman. Ada juga pendapat yang mengatakan umbuak umbai ini dengan “kicuah kicang”. (penipuan yang sangat lihai sekali).
5. Maliang Curi Taluang Dindiang
Maliang (maling), mengambil barang orang lain pada malam hari. Sebagai bukti orang maling itu masuk kerumah orang lain taluang dindiang (terluang dinding). Maksudnya ada buktinya dinding yang berlobang atau rusak tempat orang maling itu masuk. Curi yaitu mengambil barang orang lain tanpa sepengetahuannya pada siang hari.
6. Tikam Bunuah Padang Badarah
Tikam, maksudnya menikam senjata tajam kepada orang lain sampai luka. Sebagai buktinya bahwa dia telah melakukan penikaman, senjata yang dipergunakannya berdarah. Bunuah (bunuh), melenyapkan nyawa orang lain dengan bukti mayat terbujur.
7. Sia Baka Sabatang Suluah
Sia (siar) maksudnya menyulutkan api kepada sesuatu barang tetapi tidak sampai menghanguskan. Baka (bakar), maksudnya menyulutkan api sampai menghanguskan, seperti rumah menjadi abu. Sebagai buktinya ada puntung suluh yang terdapat di sekitar tempat tersebut.
8. Upeh (racun)
Upeh (upas), maksudnya ramuan yang dijadikan racun dan ramuan ini dapat mematikan. Racun sejenis tuba yang dapat membunuh orang dengan seketika. Lengkapnya dikatakan upeh racun batabuang sayak (upas racun bertabung sayak). Tabung sayak sebagai alat bukti yang dipergunakan untuk menyimpan upas dan racun tadi. Sebagai pembuktian pada masa dahulu sisa makanan diberikan kepada hewan dengan sayak (tempurung) yang dipergunakan untuk meletakkan racun tersebut.
Undang-undang nan duo baleh merupakan bagian dari undang-undang nan duo puluah. Yang termasuk undang-undang nan duo baleh ini adalah sebagai berikut:
Talala takaja
Tacancang tarageh
Takacuik tapukua Putuih tali
Tumbang ciak
Anggang lalu ata jatuah
Bajalan bagageh-gageh
Pulang pai babasah-basah
Bajua bamurah-murah
Panyakik dibaok langau
Tabayang tatabua
Kacondong mato rang banyak
Undang-undang nan duo baleh ini dibagi pula atas dua bahagian yaitu undang-undang nan anam dahulu dan undang-undang nan anam kudian. Undang-undang nan anam dahulu dikatakan juga “tuduah”. Sangka yang berkeadaan, jatuh kepada bukti yang bersuluah matahari, (bergelenggang mata orang banyak). Sedangkan undang-undang nan anam kemudian dikatakan “cemo” atau syakwasangka, apakah seseorang itu melakukan pekerjaan tersebut atau tidak. Untuk jelasnya akan dibicarakan satu-persatu dari undang-undang nan duo baleh di atas.
1. Talala Takaja
Talala (terlala), maksudnya orang yang tertangkap ketika ingin lari setelah berbuat kesalahan. Takaja (terkejar), maksudnya orang yang melakukan kesalahan seperti mencuri kemudian melarikan diri. Setelah dikejar orang tersebut dapat ditangkap beserta barang buktinya.
2. Tacancang Tarageh
Tacancang (tercencang), maksudnya orang yang melakukan kesalahan mendapat pukulan atau kena senjata tajam dari orang yang menangkapnya. Pukulan dan senjata tajam tadi mempunyai bekas pada tubuh orang yang melakukan kesalahan tersebut. Tarageh, maksudnya si pelaku kejahatan dapat ditangkap dan kepalanya digundul secara terburu buru dan ini dapat dijadikan sebagai satu bukti juga.
3. Talacuik Tapukua
Talacuik (terlecut), maksudnya si tertuduh kena lecut oleh orang yang menangkapnya, dan dapat dibuktikan bekasnya pada badannya. Tapukua (terpukul), maksudnya orang yang berbuat kesalahan kena pukul, dan pukulan ini membekas pada badannya.
4. Putuih Tali
Putuih tali (putus tali), maksudnya keterangan yang diberikan oleh seseorang yang membuat dirinya bebas dari tuduhan. Tetapi setelah disiasati ternyata keterangan yang diberikannya bohong sama sekali dan dia tidak dapat mengelakkan diri.
5. Tumbang Ciak
Tumbang artinya berbunyi keras, dan ciak pengertiannya hiruk pikuk. Pengertiannya ketika kejahatan dilakukan terjadi sesuatu yang menimbulkan bunyi keras. Akibat bunyi keras itu orang terpekik atau bersorak yang menimbulkan hiruk pikuk. Tujuannya agar perbutan si tertuduh diketahui oleh orang banyak.
6. Anggang Lalu Atah Jatuah
Anggang lalu atah jatuah (enggang lalu atah jatuh), arti secara kata-kata ketika burung enggang terbang melewati pohon saat itu buahnya jatuh. Ada pula yang mengatakan “enggang lalu atah jatuah”. Enggang bukan burung melainkan orang sedang mengisi atau mengayak untuk memisahkan atah dengan beras. Saat itu atah dan beras jatuh kebawah pada lobang-lobang kisaian.
Yang kedua belum ada lagi penelitian. Namun demikian keduanya mempunyai pengertian yang sama terhadap suatu peristiwa kejahatan. Maksudnya pada waktu peristiwa itu terjadi, ada orang yang lalu ditempat itu. Secara tidak langsung orang yang lalu itulah yang dituduh melakukan perbuatan tersebut.
7. Bajalan Bagageh-Gageh
Bajalan bagageh-gageh (berjalan bergegas-gegas), meksudnya ada seseorang yang kelihatan oleh orang lain berjalan terburu-buru seperti orang ketakutan di tempat kejahatanter jadi. Orang berprasangka dialah yang melakukan perbuatan tersebut.
8. Pulang Pagi Babasah-Basah
Pulang pagi babasah-basah (pulang pagi berbasah-basah), maksudnya kecurigaan timbul terhadap diri seseorang berkenaan ketika kejadian, orang tersebut keluar atau datang dari tempat tersebut dengan pakaian yang tidak terurus dan tubunya basah atau berlumpur.
9. Bajua Bamurah-Murah
Bajua bamurah-murah (menjual bermurah-murah). Maksudnya kedapatan oleh orang atau diperoleh berita, bahwa orang yang dicurigai menjadi barang dengan harga yang tidak sepantasnya. Akibatnya timbul syakwasangka, orang tersebutlah yang melakukan kejahatan itu.
10. Panyakik Dibaok Langau
Penyakik dibaok langau (penyakit dibawa langau). Maksudnya ketika terjadi suatu peristiwa yang menggemparkan masyarakat, ada orang yang meninggalkan kampung atau nagarinya secara diam-diam. Kecurigaan timbul kalau dihubungkan dengan kelakuannya selama ini.
11. Tabayang Tatabua
Tabayang tatabua (terbayang tertabur), maksudnya ketika peristiwa terjadi orangnya tidak tertangkap. Namun dari kejauahn kelihatan secara samar-samar di tempat yang gelap si pelakunya. Setelah dicocokan degan bentuk, pakaian, dan lain-lain orang amai mencurigainya, bahwa dialah pelakunya.
12. Kacondongan Mato Rang Banyak
Kacondong mato rang banyak (kecenderungan mata orang banyak), maksudnya dalam suatu peristiwa orang banyak cepat memberi tuduhan kepada seseorang, karena selama ini orang yang dicurigai sudah runciang tanduak (runciang tanduk) juga. Dengan pengertian orang yang dicurigai sudah seringkali berbuat kejahatan. Padahal belum tentu dia yang berbuat kejahatan tersebut.
*3. Cupak Nan Duo
Cupak nan duo (cupak yang dua). Arti cupak dalam kehidupan sehari-hari oleh orang Minangkabau adalah suatu ukuran yang terbuat dari bambu dan dipergunakan untuk menakar beras. Cupak ini dibuat dari seruas bambu dan tidak bisa lebih dari satu ruas atau dikatakan sepanjang batuang (bambu) : yang dimaksudnya sepanjang ruas dari bambu tersebut.
Untuk keseragaman jumlah isi dari cupak tersebut maka dibuat kesepakatan bersama, bahwa semua cupak harus berisi seberat 12 tahil (satu tahil beratnya 16 emas), satu emas sama dengan 2 ½ gram. Pada saat sekarang tentu ukuran ini tidak dipakai lagi karena sudah ditemui alat ukur yang lain. Cupak yang telah dijadikan ukuran bersama ini dikatakan “cupak usali” atau cupak asli. Berpedoman dari cupak asli ini ada cupak yang lain dibuat orang sebagai ukuran dan disebut sebagai “cupak buatan”. Sesuai dengan falsafah alam takambang jadikan guru, maka arti tersurat dari cupak ini diberi pengertian tersirat yang ada kaitannya dengan adat Minangkabau yang dikenal sampai saat ini dengan “cupak usali dan cupak buatan”.
Cupak sepanjang betung dan adat sepanjang jalan, maksudnya segala sesuatu yang telah digariskan oleh adat menurut alur, dan patut serta mungkin, tidak boleh dikurangi atau dilebihkan, dan harus dituruti. Ibarat cupak hanya menurut ruas betung dan tidak lebih, baik ukuran maupun isinya. Demikian pula yang dimaksud dengan adat sepanjang jalan. Yaitu segala sesuatu hendaklah sepanjang adat yang berlaku dan tidak boleh menyimpang. Jadi pengertian jalan adalah jalan adat, bukanlah tempat lalu.
Sebagai contoh dapat dikemukakan di sini : jika meninggal Dt. Hitam, maka gelar pusaka dan harta pusakanya jatuh kepada ahli waris atau keturunan Dt. Hitam dalam kaumnya sendiri, dan tidak boleh diwarisi oleh kaum lain. Kalau terjadi di luar itu tidak lagi bercupak sepanjang betung dan beradat sepanjang jalan.
Habis cupak karena pelilisan, habis adat berkelirahan secara arti tersurat, maksudnya mencupaki sesuatu diakhiri dengan melilisnya agar tidak mengurangi atau melebihi. Habis adat berkeliaran, maksudnya ada unsur kompromi satu sama lain sehingga sama-sama senang dan tidak ada yang dirugikan.
Sebagai contoh dapat dikemukakan saebagai berikut: dalam menjemput marapulai bisa terjadi adanya perbedaan dengan syarat-syarat berbeda. Bila dituruti adat masing-masing nagari tidak akan terdapat persesuaian, sebab lain padang, lain belalang, lain lubuk lain ikan, lain nagari lain adatnya. Karena ada kompromi akhirnya terdapat persesuaian tanpa mengurangi makna dari pada menjemput marapulai tadi.
Mengenai arti tersirat dari cupak usali dari cupak buatan dapat dikemukakan beberapa pendapat:
1. D. Djamaludin Sutan Maharajolelo mengatakan :
Adapun yang dikatakan cupak asli, yang betul seumpama sembahyang lima waktu sehari semalam dan diperlukan sembahyang jumat sekali seminggu menurut kitabullah, dengan tidak boleh ditambah dan dikurangi. Cupak buatan itu ialah putusan penghulu-penghulu dalam nagari atau luhak yang ditentukan hingga batasnya (hak), supaya genggam beruntuk duduk berpenghadap.
2. Muhammad Rasyid Manggis Dt. Rajo Penghulu mengatakan:
Cupak usali menurut adat dikiaskan kepada ukuran yang telah ditetapkan, tidak boleh dibandingkan lagi dan berlaku selama-lamanya, karena dijadikan teladan “standar” atau “measure” yang akan ditiru atau dipedomani. Yang diaktakan cupak buatan yaitu pencaharian segala penghulu. Urang tuo-tuo dan cadiak pandai dalam nagari dipateri dengan : “tanduak dibanam - darah dikacau, dagiang dilapah, dilicak pinang, ditapuang batu”.3. Prof. Mr. M. Nasroen
Yang paling umum penafsiran kepada cupak nan duo adalah tafsiran yang dikemukakan oleh M. Nasroen ini. Cupak usali adalah sesuatu yang seharusnya menurut alur dan patut yang kalau tidak dituruti akan terjadilah apa yang menurut fatwa adat “diasak layua dibubui mati” (dipindahkan layu dicabut mati). Demikian menurut cupak usali ialah “gantang nan papek, bungka nan dipiawai, taraju nan indak bapaliang, bajanjang naiak, batanggo turun, nan hitam tahan tapo, namun putuih tahan sasah, baukua banjangkokan, nan babarih nan bapahek, bab batakuak nan batabang”, (gantang yang pepat, bungkai yang piawai, taraju yang tidak berpaling, berjenjang naik berrtangga turun, yang hitam tahan tepa, yang putih tahan cuci, berukur berjangkakan, yang bergaris yang berpahat, yang bertakuk yang ditebang). Cupak buatan ialah sesuatunya atas putusan permufakatan, yang boleh diperlonggar dan diturun dipernaikkan menurut zaman dan keadaan.
Dari pendapat-pendapat yang telah dikemukakan mengenai penafsiran cupak nan duo, kelihatan adanya unsur-unsur persamaan dan perbedaan. Kesamaan dalam hakekat tingkatan adanya unsur persamaan dan perbedaan. Kesamaan dalam hakekat tingkatan kekuatan yaitu cupak usali menggariskan bahwa tindakan, perbuatan bagi seorang individu maupun masyarakat tidak boleh menyimpang dengan ketentuan-ketentuan atau norma-norma yang telah diwarisi. Untuk memperkuat ketentuan ini diumpamakan kepada hukum alam, seperti dikatakan nan babarih nan bapahek, nan batakuan nan batabang (yang berbaris yang dipahat yang bertakuk yang ditebang).
Demikian pula pada persamaan penafsiran kepada cupak buatan, yaitu ketentuan-ketentuan dalam adat kemudian di atas kesepakatan penghulu-penghulu yang disesuaikan dengan keadaan dan waktu. Secara tidak langsung cupak buatan suatu pengakuan, bahwa adat Minangkabau itu tidak statis, malainkan elastis yang dapat menyesuaikan diri dengan zamannya. Perbedaan hanya pada contoh-contoh yang diberikan, ada yang menitik beratkan kepada segi hukum, ada yang berkaitan dengan nilai. Contoh dapat dibuat bermacam-macam tetapi jiwa “cupaknya” satu saja. Yang dimaksud cupak tidak lain ukuran, takaran, ketentuan yang telah digariskan oleh adat.
Kalau dapat dikatakan cupak usali atau cupak buatan mengatur pelaksanaan apa-apa yang telah digariskan baik yang berupa warisan maupun yang diatur kemudian, dan ini tercermin dalam tingkah laku perbuatan masyarakat adat. Bila dikaitkan antara adat nan sabana adat dengan cupak usali adalah, adat nan sabana adat berupa ketentuan, norma yang digali berdasarkan hukum-hukum alam sedang cupak usali merupakan pelaksanaan dari padanya dan tidak boleh menyimpang apalagi bertentangan.
*4. Kato Nan Ampek
Pengertian kata dalam kato nan ampek (kata yang empat), merupakan arti tersirat. Sedangkan arti sebenarnya tidak lain dari pada norma-norma, peraturan-peraturan, ketentuan-ketentuan yang diungkapkan dalam bentuk ungkapan-ungkapan, mamangan, petitih, petatah, peribahasa dan lain-lain. Kesemuanya itu dijadikan pedoman, dihayati serta diamalkan dalam kehidupan masyarakat. Berdasarkan urutan sejarah terdapat atau lahirnya kata-kata yang mengandung norma-norma tadi dan bagaimana pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari maka dalam adat Minangkabau kata tersebut dalam adat adalah sebagai berikut :
1. Kato Pusako
Kato pusako (kata pusaka) itu diwarisi, dengan pengertian segala ketentuan-ketentuan yang telah dituangkan dalam bentuk petatah petitih dan lain-lain merupakan peninggalan-peninggalan nenek moyang orang Minangkabau pada masa dahulu terutama dari tokoh-tokoh adatnya, yaitu Datuak Ketumanggungan dan Datuak Perpatih Nan Sabatang. Ketentuan-ketentuan yang berupa fatwa-fatwa adalah merupakan kebenaran yang harus dipedomani dan diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Yang termasuk kata pusaka dapat dikemukakan sebagai berikut:
Nan babarih nan bapahek,
Nan baukua nan bajangko
Mamahek mahuju barih
Tantang bana lubang katabuak
Manabang manuju pangka
Malantiang manuju tangkai
Tantang buah kalareh
Kok manggayuang sabana putuih
Malantiang sabana lareh
(yang bergaris yang dipahat, yang berukur yang berjangka, memahat menuju garis, tepat benar lobang yang akan tembus, menebang menuju pangkal, melempar menju tangkai, tepat benara buah akan jatuh, jika menggayung sebenar putus, kala melempar betul-betul jatuh).
Hakekat kato pusako terletak dalam “bakato sapatah sadang”. Dalam kata sepatah, “yang genting putus, yang biang tembus. Pada kata pusaka tidak ada kompromi atau toleransi, tidak ada sanggah banding, tidak ada ulur tarik, tidak ada tolak ansur. Rumah sudah tukang dibunuh, nasi masak periuk pecah”. Dengan pengertian semua apa yang dikemukakan oleh kata pusaka hendaklah dipedomani dan diamalkan secara konsekwen.
2. Kato Mufakat
Kata mufakat merupakan hasil permufakatan melalui musyawarah tentang memecahkan suatu masalah, atau hasil permufakatan itu bisa juga menghasilkan ketentuan-ketentuan yang bermanfaat bagi kehidupan bersama.
Kata mufakat juga memberikan kesempatan, bahwa sesuatunya dapat disesuaikahn dengan situasi, asal ada kemufakatan. Disini juga memperlihatkan bahwa adat Minangkabau itu bukan statis melainkan dinamis sesui dengan zamannya.
Mencari kata mufakat dikatak dalam adat sebagai berikut:
Dicari rundiang nan saiyo,
Baiyo-iyo jo adiak,
Batido-tido jo kakak
Babana-bana jo bundo
Dibulekkan aia kapambuluah
Dibulekkan kato jo mufakat
Buruak di buang jo etongan
Elok ditariak jo mufakat
(dicari runding yang seiya, beriya-iya dengan adik, bertidak-tidak dengan kakak, bersungguh-sungguh dengan bunda, dibulatkan air ke pembuluh, dibulatkan kata ke mufakat, buruk dibuang dengan perhitungan, elok ditarik dengan mufakat).
Bila sudah diperoleh kesepakatan barulah dilaksanakan secara konsekwen sebagaimana dikatakan, “kok lah dapek kato sabuah, kok bulek pantang basuduik, kok pipih pantang basandiang, tapauik makanan lantak, takuruang makanan kunci” (bila sudah dapat kata sebuah, bulat tidak bersudut, ceper tidak bersanding, yang terikat makanan lantang, yang terkurung makanan kunci).
Dalam mencari kata mufakat tidak dikenal sistem suara terbanyak. Oleh sebab ada perbedaan pendapat maka persoalannya ditangguhkan terlebih dahulu sehingga yang berbeda pendapat itu dapat lagi berfikir dan biasanya diadakan perembukkan.
3. Kato Dahulu Batapati
Kata dahulu ditepati mempunyai pengertian bahwa segala ketentuan yang telah disepakati, baik keputusan dalam memecahkan sesuatu masalah ataupun norma-norma yang telah disepakati untuk kepentingan hidup bersama tidak boleh menyimpang dari hasil kesepakatan tadi. Kalau terjadi penyimpangan berarti tidak ditepati apa yang telah diputuskan atau diikrarkan tersebut. Ketentuan adatnya mengatakan : “pitaruah indak diunyikan, pasan indak dituruti” (pitaruh tidak tunggui, pesan tidak dituruti).
Contoh dari kata dahulu ditepati seperti janji yang telah dibuat sebelumnya dan janji ini hendaknya ditepati oleh kedua belah pihak dan dalam adat dikatakan “janji harus ditepati, ikrar harus dimuliakan”.
4. Kato Kemudian Kato Bacari
Kata kemudian kata dicari dapat ditafsirkan atas dua pengertian. Dalam pengertian positif dapat diartikan, bahwa adanya pemikiran baru yang lebih baik dari pada yang disepakati sebelumnya dengan alasan pikiran indak sama sekali tumbuah ingatan indak sakali tibo, dengan pengertian ada kesepakatan untuk memperbaiki mengubah segala yang telah diputuskan sebelumnya asal saja ada kesepakatan bersama.
Dalam pengertian negatif yaitu adanya keinginan untuk menolak terhadap apa yang diputuskan tanpa dasar yang kuat, sedangkan sebelumya sudah diterima dan disepakati. Menurut adat orang yang bersikap seperti ini dikatakan : “kok duduaknyo alah bakisah, kok tagaknya lah bapaliang, mancaliak jo suduik mato, bajalan dirusuak labuah”. (jika duduknya sudah berkisar, tegaknya sudah berpaling, melihat dengan sudut mata, berjalan dipinggir jalan).
Tiada ulasan:
Catat Ulasan